Reformasi dan Pemandirian GMIT
OPINI
REFORMASI DAN PEMANDIRIAN GMIT
ERYKH LISNAHAN
GURU SMP NEGERI 6 NEKAMESE
KABUPATEN KUPANG
Tanggal 31 Oktober merupakan hari bersejarah bagi
umat protestan diseluruh dunia dan merupakan hari penting bagi Gereja Masehi
Injili di Timor. 31 Oktober dalam pertemuan majelis jemaat, terjadilah
peresmian Gereja Masehi Injili di Timor. Dalam arti tertentu nama protestan
kebetulan muncul. Kata ini di ambil dari kata protes yang datang dari raja –
raja Lutheran Jerman, pada hari kedua
pertemuan mereka di Spies pada tahun 1529.
(Raja Haba, Hal. 3). Dengan peristiwa reformasi yang dilakukan Marthen
Luther dan kawan – kawan, maka motif paling utama adalah mereformasi atau
melakukan pembaharuan dalam gereja yang bertujuan untuk mendapatkan keadilan
yang adil demi kepentingan jemaat secara umum. Kata reformasi menurut kamus
ilmiah popular adalah perubahan; perbaikan; pembentukan baru; pembaharuan dan
perombakan (bentuk); gerakan keagamaan pada abad ke – 16 di Eropa yang bertujuan
memperbaharui gereja Katolik Roma sehingga mengakibatkan berdirinya gereja
protestan. Dalam konteks ini, reformasi diharapkan menjadi angin sejuk bagi
semua jemaat, mengapa? Karena reformasi merupakan langkah baik dalam
meningkatkan kualitas Iman, percaya, dan kehidupan jasmani yang layak. Dengan
reformasi seharusnya jemaat mulai menyadari akan keterpanggilan dirinya untuk
merdeka dalam konteks iman, percaya dan mampu melakukan perubahan yang
mempengaruhi kondisi manusia sampai saat ini. Sepakat dengan pemikiran Radja
Haba dalam pertanyaan, apakah revolusi sejalan dengan iman Kristen? Terlepas
dari jawaban ya atau tidak, namun konteks dan tujuan revolusi itu menjadi
jawaban atas pertanyaan ini. akan tetapi saya berpendapat bahwa revolusi dapat
sejalan dengan iman Kristen. Karena revolusi adalah proses perubahan yang
diinginkan secara cepat yang intinya adalah untuk merotasi secara cepat setiap
regulasi yang ada agar mendapatkan keadilan bersama.
Kondisi GMIT dalam konteks
perhelatan politik
Dalam konteks
GMIT dan lingkundannya Raja Haba membuat beberapa pertanyaan yang pertama Apakah
seorang pendeta dapat melibatkan diri dalam politik? Pertanyaan ini bagi saya
sangat kontekstual dengan kondisi saat ini, alasannya karena tanpa disadari
politik telah mewabah ke semua elemen masyarakat termasuk lembaga pemerintah,
swasta, sosial bahkan gereja. hal ini justru mungkin saja membuat oknum-oknum
pendeta untuk terlibat dalam politik. Kalau seorang pendeta terlibat dalam
politik praktis maka pastinya salah, namun jikalau seorang pendeta memiliki
pandangan terhadap politik maka itulah yang penting sehingga seorang pendeta
tidak hanya melihat realitas namun mampu membaca tanda-tanda perkembangan untuk
memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan iman jemaat. Yang kedua
Dapatkah seorang Kristen bersikap nasionalis?. Untuk seorang pendeta bersikap
nasionalis memang menjadi tantangan tersendiri. Namun sebagai warga Negara
tentunya adalah hal mutlak untuk menjaga keutuhan bangsa karena dari sikap
nasionalis itulah GMIT tampil sebagai panutan dalam menjaga keragaman antar
anak bangsa yang pruralis. Yang ketiga Dapatkah isu isu kemerdekaan dibela
dalam khotbah ̵ khotbah yang disampaikan?. Pertanyaan ini Merupakan
refleksi yang sangat dalam bagi kita karena dalam sejarah terbentuknya, GMIT
hadir pada momentum kemerdekaan yang dipanggil untuk merdeka. Dalam suasana
kemerdekaan yang terus bergejolak dengan peperangan, GMIT pun turut memberikan
kontribusi yang besar dalam memerdekaan Indonesia. Jadi tidaklah salah jikalau
dalam setiap Khotbah pendeta mengangkat isu-isu kemerdekaan untuk dibela
dan diwartakan sebagai bentuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
GMIT dalam
kondisi saat telah mengalami berbagai perkembagan namun masih rapuh dalam
berbagai hal diantaranya: soal karakter GMIT Dalam konteks sejarah gereja GMIT
di timor dibentuk dengan sistuasi
peperangan telah melahirkan kondisi jemaat yang agresif dalam berbagai
aktifitas gereja dan perkembangannya pada jemaat. Dalam siatuasi ini GMIT hadir
dengan kemandirian gereja yang masih
kontekstual dengan semangat kerasulan yang tinggi. Hal membuat gereja semakin
percaya diri untuk terus mengembangkan diri dalam rangka memanggil orang menuju
terang. Hadirnya GMIT Pada saman penjajahan menitik suatu peristiwa besar yakni
karakter penjajah terus terbawah, rasa kekersinggunggan berkenaan dengan
masalah kepercayaan namun kondisi ini telah dipengaruhi oleh beberapa faktor
yakni yang pertama kurangnya
kesadaran memaknai sejarah sebagai konteks pelayanan yang tujuannya tidak
meninggalkan semangat kerasulan dalam memandirikan gereja sebagai wadah Allah
untuk membawa orang dalam persekutuan ilahi terang Allah. Yang
kedua soal politik yang mungkin saja dapat memberi warna tersendiri dengan mengkotak
kotakkan pejabat sinode GMIT. Kondisi seperti ini menjadi viral dalam setiap
ajang politik di negeri ini. oleh karena itu gereja seharusnya menjadi
penyeimbang dalam rangka memberi masukkan yang positif untuk menciptakan
kondisi sesuai regulasi yang berkembang. Pada saat yang sama gereja gereja di
Timor harus betul betul menekankan tugas kenabian dan keimaman serta semangat
solider baik secara fisik maupun non fisik.
Yang ketiga perubahan jaman sangat mempengaruhi perkembangan gereja di
masa sekarang. Mengapa! Mungkin saja dipengaruhi oleh berbagai perkembangan
teknologi yang turut mempengaruhi karakter orang di Timor yang menurun dalam
memaknai gereja sebagai perseketuan orang percaya. Dengan kondisi gereja yang
mandiri pada saat penjajahan dan reformasi menjadi tantangan tersendiri yakni
ada begitu banyak konflik yang terjadi dalam GMIT. Hal ini berkaitan dengan
system presbiterial sinodal misalnya soal pertanggungjawaban sinode tidak
pernah sampai ke jemaat, ada juga soal hubungan pendeta yang kurang harmonis
dengan jemaat. Pendeta sering menjadi bulan bulan jemaat pada saat evaluasi,
dan ada juga pendeta yang bersikap seperti layak memimpin sebuah perusahan. Gereja
saat ini lebih mengutamakan pendapatan ekonomi ketimbang meningkatkan iman
jemaat. Gedung gereja dibanggun begitu megah namun persekutuan jemaat belum
maksimal diperhatikan, masalah pendidikan GMIT yang tidak terurus secara baik. banyak
kasus kasus human trafficking yang melibatkan warga GMIT. jemaat yang terpecah
ke dedominasi lainya. Pemikiran dari radja haba masih relevan dengan kondisi
GMIT saat ini.
Pada momen 500 tahun reformasi dan 70 tahun GMIT, menjadi
catatan kristis saya adalah bentuklah karakter warga GMIT dengan memperkuat
pendidikan GMIT.
Komentar
Posting Komentar